DIKALA KEMATIAN MENYAPA SALAM KEPADAKU...
KERANA INI AIRMATAKU
ALASAN.....
Sayup Di Cuping Telinga Membekas Rongga Di Dada
Bintang Selatan
Pelik..
PELIK … malam yang serasa sangat membosankan, bersandar pada sendi-sendi nadi yang terperangkap dalam penat, Mohon maaf kiranya jika aku ada salah, Maafkan ya Allah . . . . engkau tempat segala peluh ku mengadu, walaupun begitu sering terlupa, aku masih hambamu yang berjalan pada bumimu…
“terpejam” sanubari mendengarkan samar-samar takbirmu bergema, di ramadhan ini bulan ini, bimbang melanda hati, akan hidup yang terus melangkah, menilik hati serasa hitam kelam, pekat, ada cahaya di bulan ini yang benderang di kala malam, cahaya akan hadirmu ya Allah, jasadku nan pilu tercemar nafsu duniawi, aku inginkan mati . . ..
Mati dalam dakapmu yang suci, mengajipun ku lupa, seiring malam yang berganti aku disini menikmati butir-butir air mata hati yang menitis dari dalam alunan hati… aku menangis dalam, ketika ku bayangkan aku tak lagi suci, “sujudku di hadapmu”
bersimpuh dalam peluh, dan yang terjadi terjadilah, kehendakmu yang kuasa, Engkau maha besar, dan aku hanya secuil hambamu yang tak berharga, dan malam ini aku cuba kembali ber -epilog- kepadaMU, berbicara dari kehati ke hati berharap engkau mendengar meski samar, berharap engkau melihat meski hitam.
Maafkan segala khilaf yang selama ini aku buat, dan dalam harapku, kau tuntun kembali aku dalam jalanmu ya Allah ya Tuhanku . . . terima kasihku untukMU . ..
untukmu bayangku.
MENGGELINJANG PERIH
Namun diriku terasa aneh, menggelinjang perih mengingat kembali dosa yang telah ku nikmati di waktu lalu, kerap sekali aku mengingkari, sehingga ada rasa aneh diketika ku mengingatMU, entah itu rasa bersalah, malu, asing . . . ya Allah . . . aku merasa asing padaMU, kerana jarangnya aku menyapamu, terlalu sibuk dengan duniaku, sehingga tak terasa cinta kasih yang telah kau tanamkan dalam jiwaku sedari dulu, pagi ini diiringi embun nan sejuk ku bersimpuh, mengingat kembali butiran tasbih yang hilang, mengimbau kembali sajadah yang lusuh, membasuh kembali nadi yang kering, ku dirikan jasad di hadapmu, berharap kau melirik walau sejenak, aku sedar, tak pantas kau cintai diri ini, terlalu sombong dan angkuh di hadapmu.
kau MAHA PENYAYANG, aku sedari itu, walau hitam aku selalu berkeyakinan satu “BAHWA ENGKAU ADALAH SESUAI PERASANGKA HAMBAMU”, di bait ini aku terpaku, sedar sesedar-sedarnya bahwa kau masih di dalam diriku, menyayangiku, menjagaku, meski ku pelupa, berdosa, namun di saat ku meyakini sesuatu, ENGKAU Mengtahui, dan ENGKAU MEMBERI, Subhanallah . . . . serasa berat ku meneruskan kataku, serasa tak layak aku, ku pejamkan mata dan berdoa kiranya jadikan diri ini PENCINTA SEJATIMU YA ROHMAN . . . ku bergantung pada-MU.